Senin, 11 Januari 2010

RENCANA DAN STRATEGI IT..

Memang benar di zaman teknologi maju seperti sekarang ini memang yang sangat dibutuhkan di dalam dunia kerja adalah seorang sarjana komputer..
bukan hal yang mudah bagi lulusan sarjana komputer untuk dapat mencari pekerjaan di masa sulit seperti sekarang.

Agar tidak terjadi hal seperti itu maka saya mulai dari sekarang harus bisa mempersiapkan diri menuju masa sepan,masa yang sangat dikuasai oleh teknologi yang sangat canggih dan modern.

Dari sekarang saya harus cepat lulus kuliah dan lulus,setelah saya lulus saya akan mencari pekerjaan di bidang saya,dan untuk mendukung keterampilan saya,saya juga akan ikut kursus program,agar keterampilan program saya bisa jadi lebih baik lagi,dan saya juga di jurusan termasuk orang yang aktif dalam berorganisasi,mungkin dari kegiatan - kegiatan organisasi dikampus saya bisa memperluas jaringan saya untuk bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.

KEJAHATAN DI BIDANG IT

Banyak blogger yang ditangkap dikarenakan pembongkaran kasus seperti kasus HAM, mengkritik pemerintah. Sejak tahun 2003 sebanyak 64 blogger telah ditangkap karena pandangan mereka, kata Universitas Washington dalam laporan tahunan. Pada tahun 2007 sebanyak 36 blogger juga ditangkap karena menulis tentang dunia politik pada tahun 2006.
Lebih dari setengah penangkapan terhadap blogger sejak tahun 2003 dilakukan oleh Negara China, Mesir, Iran. Warga Negara sudah ditangkap dan dipenjara karena blogging dengan topik berbeda, kata World Information Access (WIA).
Blogger yang ditangkap karena membongkar korupsi dalam pemerintahaan, penyalahgunaan HAM. Mereka mengkritik kebijaksanaan politik. Dilaporkan bahwa penangkapan cenderung ditingkatkan terutama pada waktu “ketidakpastian politis”, seperti pada waktu pemilihan umum dan protes besar-besaran.
Blogger yang ditangkap rata-rata dihukum dengan 15 bulan penjara, sedangkan hukuman terlamanya adalah 8 tahun yang ditemukan WIA. WIA mengakui bahwa jumlah blogger yang ditangkap bisa jauh lebih tinggi jumlahnya karena susah memverifikasi jika terjadi penangkapan terhadap blogger. Sebagai contoh panitia yang bertugas melindungi blogger telah memberikan informasi sekitar 344 orang ditangkap di Myanmar. Kebanyakan dari mereka diperkirakan adalah blogger, tetapi WIA tidak dapat memverifikasi semua laporan tersebut.
Tercatat lebih dari 30 negara memaksakan pembatasan teknologi pada orang-orang termasuk blogger. Di Negara China orang-orang dipersulit dalam pembuatan blog sebagai alat protes. Laporan menujukan bahwa tidak hanya pemerintah di timur tengah dan timur asia yang sudah bertindak berlawanan dengan pendapat online mereka.
Dalam empat tahun terakhir Britania, Prancis, Kanada dan Amerika terdapat penangkapan terhadap blogger. Laporan memperkirakan banyak blogger yang ditangkap pada tahun 2008 akan melebihi jumlah 36 pada tahun 2007.
Penulis : Andi Gunawan
FTI - Universitas Atma Jaya

Saya ingin membuat sistem informasi seperti apa iiiaa???

Menurut saya sistem informasi di indonesia ini sudah sangat bagus,dan tinggal bagaimana manusia nya bisa menggunakan teknologi informasi tersebut dengan sebaik - baiknya.
Dan saya ingin membuat sistem informasi dengan menerapkan sistem HomeSchooling ataupun e-learning (electronic-learning).
Dengan adanya Homeschooling atau e-learning bisa membuat para siswa maupun mahasiswa dapat belajar tanpa harus datang ke sekolah atau pun kampusnya,karena dengan adanya sistem ini dapat menghemat waktu dan lebih praktis,dan biaya nya pun lebih terjangkau.

BANK DATA NASIONAL

Bank data nasional adalah suatu lembaga dimana berfungsi sebagai tempat penyimpanan data - data Perusahaan atau lembaga yang tergabung dalam dokumen - dokumen penting atau data - data arsip dan data - data dokumenter.

Perusahaan atau lembaga yang tergabung dalam Bank Data Nasional ini Salah-satunya adalah BPS (Biro Pusat Statistik), perpajakan, DepKomInfo, dll.

Kamis, 07 Januari 2010

LSP TELEMATIKA,,,

Program sertifikasi lebih bersifat aplikatif yang tidak diperoleh di bangku kuliah. Pada tingkat individu di Indonesia, saat ini mulai muncul kesadaran akan pengembangan kompetensi. Hal ini terbukti mulai banyak lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pelatihan sertifikasi pengadaan dan accredited competency professional. Padahal biaya pelatihan per program relatif tinggi, lebih dari Rp 10 juta.

Hal ini disebabkan sebuah kesadaran bahwa dalam meningkatkan daya saing individu diperlukan peningkatan kompetensi. Tidak bisa hanya berharap pada pendidikan formal yang didapat di perguruan tinggi. Sebab, pendidikan formal tidak selalu mampu menyediakan sumber daya manusia dengan kompetensi yang dibutuhkan dunia kerja. Artinya, banyak lulusan perguruan tinggi yang tidak siap pakai.

Sementara dalam perkembangan ke depan, tak semua orang boleh menyematkan profesi tertentu pada dirinya karena tuntutan pertanggungjawaban profesi cenderung makin tinggi seperti halnya profesi akuntan, advokat, notaris, dokter, atau apoteker yang sampai dilindungi undang-undang (UU).

Sebagaimana diungkapkan CEO dan Chairman Institute for Global Futures James Canton, era ketersediaan tenaga kerja yang berlimpah telah usai. Kelangkaan karyawan berkualitas saat meningkatnya proses globalisasi dan ketatnya kompetensi menjadi isu utama. "Tetapi, saat ini masih sedikit sekali organisasi (perusahaan) yang mempersiapkan diri sebaik mungkin demi masa depan," tulis Canton dalam bukunya The Extreme Future: 10 Tren Utama yang Membentuk Ulang Dunia 20 Tahun ke Depan.

Ditegaskan Canton, skenario masa depan yang terpusat pada talenta didasarkan pada suatu organisasi yang berusaha membangun bisnisnya di sekitar sumber talenta global yang mampu melayani pasar spesifik. Pola ini yang kini banyak digunakan sejumlah perusahaan besar di dunia. Karena talenta amat langka, setiap perusahaanpun dituntut membangun ketahanan bisnis berdasarkan talenta-talenta spesifik yang dapat mengembangkan dan mengelola berbagai peluang yang ada.

Menurut Managing Director Multi Talenta Indonesia Irwan Rei, standardisasi profesi saat ini tidak hanya menjadi kebutuhan fungsi sumber daya manusia (SDM), tetapi juga fungsi-fungsi lain. Apa pun bentuknya, misalnya standardisasi ISO, tujuan dasarnya sama, yaitu untuk memastikan bahwa kualitas, fitur, dan spesifikasi yang dihasilkan melalui proses standardisasi ini memenuhi tingkatan kualitas tertentu.

Di jelaskan Irwan, fungsi SDM memerlukan standardisasi profesi untuk memastikan bahwa kualitas (kompetensi) dari para profesional yang memilikinya telah memenuhi suatu tingkatan tertentu. Dengan definisi dan pengertian yang beragam mengenai SDM, termasuk akibatnya, yaitu sistem dan program SDM yang dihasilkan, wajar saja bila diperlukan suatu landasan atau referensi tertentu untuk memastikan perlunya berbicara mengenai hal yang sama maupun adanya kompetensi dengan tingkatan kualitas minimum tertentu yang dimiliki.

"Satu yang perlu diawasi adalah, tinggi atau rendahnya kualitas yang terstandardisasi tentu sangat dipengaruhi kualitas alat ukur atau standardisasi yang digunakan."

"Kalau alat ukurnya berkualitas rendah, tentu hasil standardisasinya juga berkualitas rendah, demikian juga sebaliknya," ujar Irwan kepada SINDO. Setidaknya, kata Irwan, standardisasi dapat memperlihatkan kesenjangan kualitas yang ada sehingga perbaikan dapat dilakukan. Dia menganalogikan sebuah organisasi (perusahaan) yang kerap memerlukan suatu jabatan tertentu diisi pelamar berijazah S-1. Itu bukan berarti yang tidak berijazah S-1 tidak dapat melakukan pekerjaan berkualitas. Untuk satu hal ini, Irwan merujuk pada keberhasilan Bill Gates yang tidak memiliki "sertifikasi" pendidikan formal, tetapi memiliki kualitas yang bahkan ikut mempengaruhi standar kualitas profesi industri teknologi informasi (TI). Industri tentu tetap memerlukan "validasi" dari dunia pendidikan seperti Harvard atas kualitas seseorang. Namun, lulusan Harvard tidak selalu lebih berkualitas dari orang yang tidak memiliki sertifikasi dari Harvard seperti Gates. Malah, Gates akhirnya mendapatkan "validasi" dalam bentuk doktor kehormatan dari Harvard 30 tahun setelah drop-out dan mendirikan Microsoft.

Meski demikian, dengan adanya "sertifikasi" formal tertentu (ijazah S-1), setidaknya ada acuan, keyakinan maupun jaminan bahwa si pemegang ijazah memiliki kualitas yang telah memenuhi standar minimum tertentu.

Dengan memiliki standardisasi profesi, seseorang dapat menduduki jabatan tertentu. Di industri keuangan, misalnya, ada standardisasi profesi untuk menjadi pedagang saham atau sertifikasi manajemen risiko untuk menduduki jabatan-jabatan puncak di bank. Di dunia TI, ada sertifikasi dari Microsoft maupun Cisco yang menjadi syarat di beberapa perusahaan untuk dapat menduduki posisi-posisi tertentu di bidang TI. Dari sisi tenaga profesional, memiliki sertifikasi bisa membantunya mendapatkan pekerjaan yang diharapkan, sementara dari sisi perusahaan, standardisasi profesi membantu meyakinkan dan memvalidasi kualitas dari profesional yang bekerja.

Meski begitu, sertifikasi standar profess bukanlah lisensi seumur hidup, tetapi terus mendapat pengawasan ketat dari institusi pemberi sertifikasi.

UNDANG - UNDANG HAK CIPTA

UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak yang mengatur karya intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan diberikan pada ide, prosedur, metode atau konsep yang telah dituangkan dalam wujud tetap. Untuk mendapatkan perlindungan melalui Hak Cipta, tidak ada keharusan untuk mendaftarkan. Pendaftaran hanya semata-mata untuk keperluan pembuktian belaka. Dengan demikian, begitu suatu ciptaan berwujud, maka secara otomatis Hak Cipta melekat pada ciptaan tersebut. Biasanya publikasi dilakukan dengan mencantumkan tanda Hak Cipta ©.

Perlindungan hukum terhadap pemegang Hak Cipta dimaksudkan sebagai upaya untuk mewujudkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya semangat mencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Ada beberapa istilah yang sering digunakan dalam Hak Cipta, antara lain:

Pencipta: adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.

Ciptaan: adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.

Hak Cipta: hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan ? pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pemegang Hak Cipta: adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.

Pengumuman: adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu Ciptaan dengan menggunakan alat apa pun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu Ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.

Perbanyakan: adalah penambahan jumlah sesuatu Ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer.

Lisensi: adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu.

Lingkup Hak Cipta

a. Ciptaan yang dilindungi

Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menetapkan secara rinci ciptaan yang dapat dilindungi, yaitu:

  • buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
  • ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
  • alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
  • lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
  • drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
  • seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;
  • arsitektur;
  • peta;
  • seni batik;
  • fotografi;
  • sinematografi;
  • terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.

b. Ciptaan yang tidak diberi Hak Cipta

Sebagai pengecualian terhadap ketentuan di atas, tidak diberikan Hak Cipta untuk hal-hal berikut:

  • hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
  • peraturan perundang-undangan;
  • pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
  • putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
  • keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.

Bentuk dan Lama Perlindungan

Bentuk perlindungan yang diberikan meliputi larangan bagi siapa saja untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan yang dilindungi tersebut kecuali dengan seijin Pemegang Hak Cipta. Jangka waktu perlindungan Hak Cipta pada umumnya berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia. Namun demikian, pasal 30 UU Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta atas Ciptaan:

  • program komputer;
  • sinematografi;
  • fotografi;
  • database; dan
  • karya hasil pengalihwujudan

berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.

Pelanggaran dan Sanksi

Dengan menyebut atau mencantumkan sumbernya, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta atas:

  • penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta;
  • pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan;
  • pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan:
    • ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau
    • pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.
  • perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille guna keperluan para tunanetra, kecuali jika Perbanyakan itu bersifat komersial;
  • perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang non komersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;
  • perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti Ciptaan bangunan;
  • pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.


Menurut Pasal 72 Undang-Undang Hak Cipta, bagi mereka yang dengan sengaja atau tanpa hak melanggar Hak Cipta orang lain dapat dikenakan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). Selain itu, beberapa sanksi lainnya adalah:

  • Menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta dipidana dengan dengan pidana penjara maksimal 5 (lima) tahun dan/atau denda maksimal Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
  • Memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

Pendaftaran Hak Cipta

Perlindungan suatu ciptaan timbul secara otomatis sejak ciptaan itu diwujudkan dalam bentuk yang nyata. Pendaftaran ciptaan tidak merupakan suatu kewajiban untuk mendapatkan hak cipta. Namun demikian, pencipta maupun pemegang hak cipta yang mendaftarkan ciptaannya akan mendapat surat pendaftaran ciptaan yang dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan tersebut. Ciptaan dapat didaftarkan ke Kantor Hak Cipta, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual-Departemen Hukum dan HAM (Ditjen HKI-DepkumHAM).




FRAUD IT
  1. Kesengajaan atas salah pernyataan terhadap suatu kebenaran atau keadaan yang disembunyikan dari sebuah fakta material yang dapat mempengaruhi orang lain untuk melakukan perbuatan atau tindakan yang merugikannya, biasanya merupakan kesalahan namun dalam beberapa kasus (khususnya dilakukan secara disengaja) memungkinkan merupakan suatu kejahatan.
  2. penyajian yang salah/keliru (salah pernyataan) yang secara ceroboh/tanpa perhitungan dan tanpa dapat dipercaya kebenarannya berakibat dapat mempengaruhi atau menyebabkan orang lain bertindak atau berbuat.
  3. Suatu kerugian yang timbul sebagai akibat diketahui keterangan atau penyajian yang salah (salah pernyataan), penyembunyian fakta material, atau penyajian yang ceroboh/tanpa perhitungan yang mempengaruhi orang lain untuk berbuat atau bertindak yang merugikannya.

Unsur-unsur Fraud (Kecurangan)

Dari beberapa definisi atau pengertian Fraud (Kecurangan) di atas, maka tergambarkan bahwa yang dimaksud dengan kecurangan (fraud) adalah sangat luas dan dapat dilihat pada beberapa kategori kecurangan. Namun secara umum, unsur-unsur dari kecurangan (keseluruhan unsur harus ada, jika ada yang tidak ada maka dianggap kecurangan tidak terjadi) adalah:
  • Harus terdapat salah pernyataan (misrepresentation);
  • dari suatu masa lampau (past) atau sekarang (present);
  • fakta bersifat material (material fact);
  • dilakukan secara sengaja atau tanpa perhitungan (make-knowingly or recklessly);
  • dengan maksud (intent) untuk menyebabkan suatu pihak beraksi;
  • Pihak yang dirugikan harus beraksi (acted) terhadap salah pernyataan tersebut (misrepresentation);
  • yang merugikannya (detriment).Kecurangan disini juga termasuk (namun tidak terbatas pada) manipulasi, penyalahgunaan jabatan, penggelapan pajak, pencurian aktiva, dan tindakan buruk lainnya yang dilakukan oleh seseorang yang dapat mengakibatkan kerugian bagi organisasi/perusahaan.

Klasifikasi Fraud (Kecurangan)

The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) atau Asosiasi Pemeriksa Kecurangan Bersertifikat, merupakan organisasi professional bergerak di bidang pemeriksaan atas kecurangan yang berkedudukan di Amerika Serikat dan mempunyai tujuan untuk memberantas kecurangan, mengklasifikasikan fraud (kecurangan) dalam beberapa klasifikasi, dan dikenal dengan istilah “Fraud Tree” yaitu Sistem Klasifikasi Mengenai Hal-hal Yang Ditimbulkan Sama Oleh Kecurangan (Uniform Occupational Fraud Classification System), dengan bagan sebagai berikut :

Dari bagan Uniform Occupational Fraud Classification System tersebut, The ACFE membagi Fraud (Kecurangan) dalam 3 (tiga) jenis atau tipologi berdasarkan perbuatan yaitu:

  1. Penyimpangan atas asset (Asset Misappropriation); Asset misappropriation meliputi penyalahgunaan/pencurian aset atau harta perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah dideteksi karena sifatnya yang tangible atau dapat diukur/dihitung (defined value).
  2. Pernyataan palsu atau salah pernyataan (Fraudulent Statement); Fraudulent statement meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan (financial engineering) dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah window dressing.
  3. Korupsi (Corruption). Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan pihak lain seperti suap dan korupsi, di mana hal ini merupakan jenis yang terbanyak terjadi di negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga factor integritasnya masih dipertanyakan. Fraud jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan (simbiosis mutualisma). Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah/illegal (illegal gratuities), dan pemerasan secara ekonomi (economicextortion). Sedangkan Delf (2004) menambahkan satu lagi tipologi fraud yaitu cybercrime. Ini jenis fraud yang paling canggih dan dilakukan oleh pihak yang mempunyai keahlian khusus yang tidak selalu dimiliki oleh pihak lain. Cybercrime juga akan menjadi jenis fraud yang paling ditakuti di masa depan di mana teknologi berkembang dengan pesat dan canggih.

Selain itu, pengklasifikasian, fraud (kecurangan) dapat dilakukan dilihat dari beberapa sisi, yaitu :

1. Berdasarkan pencatatan

Kecurangan berupa pencurian aset dapat dikelompokkan kedalam tiga kategori:

  • Pencurian aset yang tampak secara terbuka pada buku, seperti duplikasi pembayaran yang tercantum pada catatan akuntansi (fraud open on-thebooks, lebih mudah untuk ditemukan)
  • Pencurian aset yang tampak pada buku, namun tersembunyi diantara catatan akuntansi yang valid, seperti: kickback (fraud hidden on the-books)
  • Pencurian aset yang tidak tampak pada buku, dan tidak akan dapat dideteksi melalui pengujian transaksi akuntansi “yang dibukukan”, seperti: pencurian uang pembayaran piutang dagang yang telah dihapusbukukan/di-write-off (fraud off-the books, paling sulit untuk ditemukan).

2. Berdasarkan frekuensi

Pengklasifikasian kecurangan dapat dilakukan berdasarkan frekuensi terjadinya:

  • Tidak berulang (non-repeating fraud). Dalam kecurangan yang tidak berulang, tindakan kecurangan — walaupun terjadi beberapa kali — pada dasarnya bersifat tunggal. Dalam arti, hal ini terjadi disebabkan oleh adanya pelaku setiap saat (misal: pembayaran cek mingguan karyawan memerlukan kartu kerja mingguan untuk melakukan pembayaran cek yang tidak benar).
  • Berulang (repeating fraud). Dalam kecurangan berulang, tindakan yang menyimpang terjadi beberapa kali dan hanya diinisiasi/diawali sekali saja. Selanjutnya kecurangan terjadi terus-menerus sampai dihentikan. Misalnya, cek pembayaran gaji bulanan yang dihasilkan secara otomatis tanpa harus melakukan penginputan setiap saat. Penerbitan cek terus berlangsung sampai diberikan perintah untuk menghentikannya.

3. Berdasarkan konspirasi

Kecurangan dapat diklasifikasikan sebagai: terjadi konspirasi atau kolusi, tidak terdapat konspirasi, dan terdapat konspirasi parsial. Pada umumnya kecurangan terjadi karena adanya konspirasi, baik bona fide maupun pseudo. Dalam bona fide conspiracy, semua pihak sadar akan adanya kecurangan; sedangkan dalam pseudo conspiracy, ada pihak-pihak yang tidak mengetahui terjadinya kecurangan.

4. Berdasarkan keunikan

Kecurangan berdasarkan keunikannya dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Kecurangan khusus (specialized fraud), yang terjadi secara unik pada orang yang bekerja pada operasi bisnis tertentu. Contoh:

(1) pengambilan aset yang disimpan deposan pada lembaga-lembaga keuangan, seperti: bank, dana pensiun, reksa dana (disebut juga custodial fraud)

(2) klaim asuransi yang tidak benar.

b. Kecurangan umum (garden varieties of fraud) yang semua orang mungkin hadapi dalam operasi bisnis secara umum. Misal: kickback, penetapan harga yang tidak benar, pesanan pembelian/kontrak yang lebih tinggi dari kebutuhan yang sebenarnya, pembuatan kontrak ulang atas pekerjaan yang telah selesai, pembayaran ganda, dan pengiriman barang yang tidak benar.

Faktor Pemicu Fraud (Kecurangan)

Terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan kecurangan, yang disebut juga dengan teori GONE, yaitu:

  1. Greed (keserakahan)
  2. Opportunity (kesempatan)
  3. Need (kebutuhan)
  4. Exposure (pengungkapan)

Faktor Greed dan Need merupakan faktor yang berhubungan dengan individu pelaku kecurangan (disebut juga faktor individual). Sedangkan faktor Opportunity dan Exposure merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban perbuatan kecurangan (disebut juga faktor generik/umum).

1. Faktor generik

  • Kesempatan (opportunity) untuk melakukan kecurangan tergantung pada kedudukan pelaku terhadap objek kecurangan. Kesempatan untuk melakukan kecurangan selalu ada pada setiap kedudukan. Namun, ada yang mempunyai kesempatan besar dan ada yang kecil. Secara umum manajemen suatu organisasi/perusahaan mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk melakukan kecurangan daripada karyawan.
  • Pengungkapan (exposure) suatu kecurangan belum menjamin tidak terulangnya kecurangan tersebut baik oleh pelaku yang sama maupun oleh pelaku yang lain. Oleh karena itu, setiap pelaku kecurangan seharusnya dikenakan sanksi apabila perbuatannya terungkap.

2. Faktor individu

Faktor ini melekat pada diri seseorang dan dibagi dalam dua kategori:

1. Moral, faktor ini berhubungan dengan keserakahan (greed).Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk mengurangi risiko tersebut adalah:

  • Misi/tujuan organisasi/perusahaan, ditetapkan dan dicapai dengan melibatkan seluruh pihak (manajemen dan karyawan);
  • Aturan perilaku pegawai, dikaitkan dengan lingkungan dan budaya organisasi/perusahaan;
  • Gaya manajemen, memberikan contoh bekerja sesuai dengan misi dan aturan perilaku yang ditetapkan organisasi/perusahaan;
  • Praktik penerimaan pegawai, dicegah diterimanya karyawan yang bermoral tidak baik.

2. Motivasi, faktor ini berhubungan dengan kebutuhan (need), yang lebih cenderung berhubungan dengan pandangan/pikiran dan keperluan pegawai/pejabat yang terkait dengan aset yang dimiliki perusahaan/instansi/organisasi tempat ia bekerja. Selain itu tekanan (pressure) yang dihadapi dalam bekerja dapat menyebabkan orang yang jujur mempunyai motif untuk melakukan kecurangan.

Beberapa kemungkinan keterlibatan dalam kecurangan:

  • Lingkungan kerja yang tidak nyaman dan tidak menyenangkan, misalnya: memperlakukan pegawai secara tidak wajar, berkomunikasi secara tertutup, dantidak adanya mekanisme untuk menyampaikan setiap keluhan.
  • Sistem pengukuran kinerja dan penghargaan, yang tidak wajar sehingga karyawan merasa tidak diperlakukan secara adil.
  • Tidak adanya bantuan konsultasi pegawai, untuk mengetahui masalah secara dini.
  • Proses penerimaan karyawan yang tidak fair;
  • Kecerobohan atau tidak hati-hati, mengingat motivasi seseorang tidak dapat diamati mata telanjang, sebaliknya produk motivasi tersebut tidak dapat disembunyikan.

Gejala Adanya Fraud

Fraud (Kecurangan) yang dilakukan oleh manajemen umumnya lebih sulit ditemukan dibandingkan dengan yang dilakukan oleh karyawan. Oleh karena itu, perlu diketahui gejala yang menunjukkan adanya kecurangan tersebut, adapun gejala tersebut adalah :

1. Gejala kecurangan pada manajemen

  • Harus terdapat salah pernyataan (misrepresentation);
  • dari suatu masa lampau (past) atau sekarang (present);
  • fakta bersifat material (material fact);
  • dilakukan secara sengaja atau tanpa perhitungan (make-knowingly or recklessly);
  • dengan maksud (intent) untuk menyebabkan suatu pihak beraksi;
  • Pihak yang dirugikan harus beraksi (acted) terhadap salah pernyataan tersebut (misrepresentation)
  • yang merugikannya (detriment).
  • Kecurangan disini juga termasuk (namun tidak terbatas pada) manipulasi, penyalahgunaan jabatan, penggelapan pajak, pencurian aktiva, dan tindakan buruk lainnya yang dilakukan oleh seseorang yang dapat mengakibatkan kerugian bagi organisasi/perusahaan.

2. Gejala kecurangan pada karyawan/pegawai

  • Pembuatan ayat jurnal penyesuaian tanpa otorisasi manajemen dan tanpa perincian/penjelasan pendukung
  • Pengeluaran tanpa dokumen pendukung
  • Pencatatan yang salah/tidak akurat pada buku jurnal/besar
  • Penghancuran, penghilangan, pengrusakan dokumen pendukung pembayaran
  • Kekurangan barang yang diterima
  • Kemahalan harga barang yang dibeli
  • Faktur ganda
  • Penggantian mutu barang.